Riuh gemuruh suara teriakan dan tawa anak kelas 4 sd berlarian menembus celah-celah jendela ruangan, riuh itu baru berhenti perlahan tatkala bu guru menghentakkan mistar panjangnya ke papan tulis yang penuh dengan coretan dan gambar naruto. Pagi itu, ruangan kelas 4 seperti audisi solo pelawak, tiap anak akan menceritakan pahlawan hidupnya,.. tiap anak yang bercerita, maka gemuruh akan tercipta, dan mistar kembali menghantam papan tulis untuk merendam riuh agar tak mengaung lagi.
“selanjutnya.. Husain…”
“Hadir bu..”
“Maju…!!”
Suara mulai menelisik dari kolom meja-meja.. kali ini objeknya makin menarik, badan tirus cekung, baju selalu kedodoran, tanpa lupa ujung lengan baju selalu mengkilat dengan sisa ingus yang mengering..
Husain gentar, tak biasanya, dia yang biasa menjadikan dirinya sebagai bahan tertawa’an, kali ini berdiam lama memandangi sepatunya, bergerak pelan dan menatap diam-diam temannya yang sudah tidak sabar melihat aksinya, melihat kembali pada ibu guru dengan tatapan memohon, untuk sekarang ini tak perlu lah dia naik, ibu guru tak merespon, tatapan teman-teman menekannya untuk segera beraksi, dia melangkah dengan penuh beban, kulitnya mengerucut, tapi tak berkeringat.
“Silahkan Husain, perkenalkan pahlawanmu ke teman-teman…”
“Paling cibi maruko chan bu..”
Wuakakakakaka…..
“upin-ipin..! kan tivi dirumahnya Cuma bisa dapat siaran mnc…!!!
Wuakakakakakaka….!!!!!!
Gemuruh kembali menggelepar, disertai hentakan meja yang bersahut-sahutan, bahkan ibu guru harus menyentak mistarnya lebih dari sekali untuk menenangkan, Husain terpaku, jari-jari tangannya kaku menarik ujung baju, entah kenapa kantong ketawanya mengempis, hingga bibirnya malah mengatup keras layaknya jahitan, saat diam dan tenang barulah ia bersuara dengan nada yang begitu pelan.
“P..p…pahlawan ku… ii..i.bu…
i..ibu ku…
ibuku….”
seketika hening menerpa.. tangan-tangan yang sedari tadi tak lelah-lelah menghantam meja tergelatak mati diatasnya, suara terkunci, semua mata termasuk ibu guru sepenuhnya menatapa tajam dan heran pada husen yang baru berucap ibu, telah meneteskan air mata, husen segera tertunduk, mencoba menenangkan hatinya yang telah berkecamuk, dan kini di kelas, cerita itu mengalir pelan namun riaknya deras, membuat kontes lawak bubar, berganti putaran nostalgia, mempertontokan salah satu sudut kepahlawanan yang memilukan, serasa husen ingin berkata, “siapa bilang pahlawan itu selalu super?”
***
Read the rest of this entry →